MAKALAH SOSIOLOGI
ANTROPOLOGI KESEHATAN
“ADAT MEROKOK pada SUKU
ANAK DALAM di JAMBI “
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Merokok merupakan salah
satu masalah yang sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan
bahkan internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan banyak
faktor yang saling memicu, sehingga seolah- olah sudah menjadi lingkaran
setan.Di tinjau dari segi kesehatan, merokok harus dihentikan karena
menyebabkan kanker dan penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian,
oleh karena itu merokok harus dihentikan sebagai usaha pencegahan sedini
mungkin.
Tepat 13 Maret 2015 silam merupakan tanggal bersejarah
yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia. Pada tanggal tersebut Menteri
Sosial Republik Indonesia Khofifah Indar Parawansa memberi santunan yang salah
satunya rokok berbagai macam merek sebanyak 15 slof pada Suku Anak Dalam Jambi.
“Lebih baik turun ke sana. Saya sih lebih banyak mengajak Anda turun ke sana,
pahami adat istiadat mereka. Kenali bagaimana cara bersapa dengan mereka,
jangan memotret atas nama multikultur lho ya. Kultur lokal dipotret dengan
'kacamata' Jakarta itu pasti tidak arif," ujar Menteri Sosial (TEMPO.CO,
Jakarta) .
Tak heran Indonesia masih nyaman dengan posisi
konsumen rokok terbanyak, hal yang seharusnya tabu ini masih terbilang lumrah
bahkan dengan kacamata sekaliber Menteri Sosial. Penolakan atas tindakan
pemberian rokok ini pun terjadi dari beberapa pihak. Oleh karena itu perjuangan
pengendalian tembakau di Indonesia seperti tak berujung. Suku Anak Dalam atau
biasa juga disebut dengan orang rimba, terkenal dengan kebiasaan mereka nomaden dan masih mengandalkan perburuan dan bercocok
tanam untuk bertahan hidup. Dari mana kebiasaan merokok ini berasal? Dalam suatu
berita dinyatakan suku anak dalam sudah mulai terpiggirkan dan banyak yang
meninggal karena kelaparan.
Merokok dianggap sebagai budaya
bangsa. Mungkin kita pernah mendengar
bahwa kretek merupakan budaya Indonesia. Jika memang merokok disebut sebagai
budaya, perbuatan yang merugikan, tidak ada manfaatnya dan juga tidak ada
estetika di dalamnya. Mungkin alangkah indahnya kebiasaan merokok suku anak
dalam bisa digantikan dengan kebiasaan produktif lainnya. Misalkan menenun,
membuat kerajinan tangan dari hasil alam dsb. Adanya pernyataan tersebut
membuat penulis tertarik untuk mengangkat judul “ Adat Merokok pada Suku Anak
Dalam di Jambi “ pada makalah ini.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kehidupan suku Anak Dalam di Jambi
yang dianggap sebagai suku primitif dan terpinggirkan dengan adat merokok serta
bahayanya bagi kesehatan
1.3 Rumusan masalah
1.
Bagaimana kehidupan suku Anak Dalam
di Jambi?
2.
Apa perbedaan adat dengan kebiasaan
?
3.
Bagaimana sejarah suku Anak Dalam
terutama mengapa mereka mempunyai adat merokok?
4.
Bagaimana pandangan antropologi
terhadap adat merokok tersebut?
5.
Apa saja permasalahan dan penyakit
yang dialami oleh suku Anak Dalam ?
6.
Apa yang harus dilakukan pemerintah
untuk menanggulangi hal tersebut?
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Kehidupan Suku Anak Dalam di
Jambi
Suku Kubu
atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu
suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi,
Sumatera selatan. Mereka mayoritas hidup di provinsi Jambi, dengan perkiraan
jumlah populasi sekitar 200.000 orang. Suku Anak Dalam hidup menetap di kawasan
hutan dalam kelompok dan tersebar di beberapa kabupaten, seperti di Batang
hari, Tebo, Bungo, Sarolangun dan Merangin.
Beberapa
ahli antropolog berpendapat bahwa kategori Suku Anak Dalam protom Melayu
(Melayu Tua) dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan, menggambarkan bahwa
kebudayaan Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi memiliki kesamaan dengan suku
Melayu, seperti bahasa, seni dan nilai-nilai yang lebih tradisional. Salah satu
contoh adalah bentuk eksekusi besale upacara (pengobatan upacara) pada
anak-anak di masyarakat mirip dengan upacara bentuk aseik (pengobatan upacara)
dalam masyarakat Kerinci yang juga diklasifikasikan sebagai protom layu.
Selain itu
ada juga pemikiran bahwa Suku Anak Dalam adalah kelompok masyarakat terasing
berasal dari Pagaruyung kerajaan. Mereka melarikan diri ke hutan untuk diserang
dan tidak akan dikontrol dan diperintah oleh musuh. Di hutan mereka membuat
pembelaan. Pendapat ini didasarkan pada istilah yang digunakan dalam penyebutan
Suku Anak Dalam sebagai benteng (Kubu pertahanan bermakna). Suku
anak dalam atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai Orang Rimba adalah suku
yang hidup nomaden dan tinggal di pedalaman hutan di wilayah provinsi jambi.
Suku Anak
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari mereka diatur oleh aturan, norma dan
adat istiadat yang berlaku sesuai dengan budaya. Di lingkungannya, teknis
jangka keluarga dan kekerabatan kelompok, seperti keluarga kecil dan keluarga
besar. Sebuah keluarga kecil yang terdiri dari suami dan istri dan anak-anak
yang belum menikah. Dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari, mereka memiliki
kepemimpinan yang sistem berjenjang, seperti Kepala, Depati, Mangku, Menti dan
bubur. Kepala adalah jabatan tertinggi, keputusan yang ditetapkan harus
ditaati. Bagi mereka yang melanggar atau sanksi akan dihukum sesuai dengan
tingkat kesalahannya.
Kepercayaan
Suku Anak Dalam melawan roh-roh dewa utama yang masih hidup terukir, terlepas
dari mereka sudah tahu agama Islam. Mereka percaya bahwa setiap apa yang
diperolehnya, baik dalam bentuk kebaikan, keburukan, keberhasilan maupun dalam
bentuk musibah atau kegagalan berasal dari para dewa. Sebagai bentuk apresiasi
dan hadiah kepada para dewa dan roh, mereka melakukan ritual sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan yang diharapkan. Salah satu bentuk ritual yang sering
dilaksanakan adalah besale (pengobatan upacara).
Mereka adalah
bagian dari Indonesia yang hidup di pedalaman hutan belantara. Mereka berdamai
dengan alam dan alam yang berdamai dengan mereka. Mereka tidak mengetahui dunia
luar dan hanya hukum rimba yang mereka ketahui. Apa yang disediakan alam adalah
milik mereka.Suku Anak Dalam terhempas oleh peradaban,terhempas oleh kemajuan
zaman dan dipinggirkan oleh dunia luar yang mengetahui keberadaan mereka.
sementara mereka tinggal di hutan yang saat ini sudah di hadapkan oleh
perusahaan yang ingin memanfaatkan daerah hutan mereka, sehingga otomatis Suku
Anak Dalam yang tinggal disitu akan terusir karena keanekaragaman dan sumber
daya yang ada di hutan semakin lama semakin hilang seperti tanaman obat-obatan
dan tanaman bahan pokok mereka
2.2
Perbedaan adat dengan kebiasaan
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri
dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang
lazim dilakukan di suatu daerah.
Adat-Istiadat
merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan
pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dan sebagainya.Adat
Istiadat adalah kebiasaan masyarakat yang dilakukan secara turun temurun sejak
dahulu kala.
Kriteria adat istiadat adalah bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan dan
kelakuan orang-orang melalui fikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya (Skils dalam Sayogyo,1985:90)
Kebiasaan dapat
diartikan serupa dengan pengertian adat. Bedanya, kebiasaan dipergunakan untuk
perseorangan, sedangkan adat digunakan oleh sekelompok orang atau suku.Meskipun
bukan aturan, kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap perilaku keseharian
warga masyarakat. Masyarakat akan berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan
dalam masyarakat agar dapat diterima dalam masyarakat.
2.3 Sejarah dan adat merokok suku
Anak Dalam
Orang Rimba adalah perokok sejak
jaman dulu. Sehingga mereka di kenal sebagai suku bangsa perokok. Tidak banyak
berbeda dengan orang Indonesia lainnya. Hampir setiap orang dewasa merokok,
tidak peduli laki-laki ataupun perempuan. akan tetapi masih ada aturan bahwa
anak-anak tidak boleh merokok sebelum mereka dapat menghasilkan uang sendiri. Namun
secara sembunyi-sembunyi juga merokok. Apabila ketahuan mereka akan dimarahi
habis-habisan. Oleh karena itu di depan orangtua anak-anak tidak merokok. Saya
sering dimintai rokok oleh anak-anak. Biasanya mereka saya beri tapi dengan
perjanjian apabila ketahuan mereka harus mengatakan bahwa mereka yang memaksa
minta rokok pada saya. Perilaku merokok dilakukan hampir semua anggota keluarga
yaitu ayah, ibu maupun kakek nenek yang dilakukan didalam rumah. Kebiasaan
merokok ini sudah dilakukan secara turun temurun mulai dari rokok yang hanya
menggunakan dedaunan seperti hingga merokok seperti kretek saat ini.
Biasanya ngundut atau merokok dilakukan ketika sedang beristirahat, sesudah makan, maupun ketika akan melakukan sesuatu. Umumnya Orang Rimba merokok menggunakan tembakau yang dipilin sendiri dengan kertas rokok. Tembakau dan kertas rokok mudah mereka dapatkan di desa sekitar. Namun begitu tampaknya mereka lebih menyukai rokok-rokok bungkusan yang dikeluarkan oleh pabrik rokok. Mereka tahu betul mana rokok yang baik dan mana yang bukan. Rokok mahal seperti marlboro, dji sam soe, surya, sampoerna dan sejenisnya dianggap sebagai rokok bagus. Apabila mempunyai rokok-rokok bagus, mereka akan memamerkannya. Dibawahnya ada rokok-rokok kelas dua seperti harum manis, matra, 543, dan rawit. Rokok-rokok itu berharga sekitar 2 ribu sampai 3 ribu rupiah sebungkus. Mereka biasanya membeli rokok itu karena murah.
Rokok adalah bahasa pergaulan dengan Orang Rimba. Akan lebih mudah memulai pergaulan dengan mereka melalui perantara rokok. Kalau mereka merokok, biasanya akan menawarkan kepada kita. Oleh karena itu lebih baik kita langsung mengeluarkan rokok ketika bertemu mereka, terutama bila rokok yang kita bawa adalah rokok bagus. Mereka biasanya akan senang diajak ngobrol, apalagi bila rokok milik kita ditinggalkan untuk mereka. Jadi rokok merupakan perantara mereka berkomunikasi dengan orang lain
Mereka merokok menggunakan tembakau dengan bungkus daun tertentu. Bahkan menurut cerita ada sejenis pohon yang ranting atau kulitnya biasa digunakan untuk merokok. Saat ini hal itu tidak ditemui lagi. Namun yang jelas mereka memang sangat gemar merokok. Akibatnya banyak dari mereka terkena ispa (infeksi saluran pernafasan akut). Oleh karena itu orang Rimba sudah sangat terbiasa dengan rokok baik itu rokok daun, kretek maupun cigaret, hal ini tidak terlepas dari rokok yang memiliki unsur penting dalam berbagai proses kegiatan adat sebagai hidangan yang wajib disediakan bersama makanan dan minuman dalam serangkain acara adat.
Biasanya ngundut atau merokok dilakukan ketika sedang beristirahat, sesudah makan, maupun ketika akan melakukan sesuatu. Umumnya Orang Rimba merokok menggunakan tembakau yang dipilin sendiri dengan kertas rokok. Tembakau dan kertas rokok mudah mereka dapatkan di desa sekitar. Namun begitu tampaknya mereka lebih menyukai rokok-rokok bungkusan yang dikeluarkan oleh pabrik rokok. Mereka tahu betul mana rokok yang baik dan mana yang bukan. Rokok mahal seperti marlboro, dji sam soe, surya, sampoerna dan sejenisnya dianggap sebagai rokok bagus. Apabila mempunyai rokok-rokok bagus, mereka akan memamerkannya. Dibawahnya ada rokok-rokok kelas dua seperti harum manis, matra, 543, dan rawit. Rokok-rokok itu berharga sekitar 2 ribu sampai 3 ribu rupiah sebungkus. Mereka biasanya membeli rokok itu karena murah.
Rokok adalah bahasa pergaulan dengan Orang Rimba. Akan lebih mudah memulai pergaulan dengan mereka melalui perantara rokok. Kalau mereka merokok, biasanya akan menawarkan kepada kita. Oleh karena itu lebih baik kita langsung mengeluarkan rokok ketika bertemu mereka, terutama bila rokok yang kita bawa adalah rokok bagus. Mereka biasanya akan senang diajak ngobrol, apalagi bila rokok milik kita ditinggalkan untuk mereka. Jadi rokok merupakan perantara mereka berkomunikasi dengan orang lain
Mereka merokok menggunakan tembakau dengan bungkus daun tertentu. Bahkan menurut cerita ada sejenis pohon yang ranting atau kulitnya biasa digunakan untuk merokok. Saat ini hal itu tidak ditemui lagi. Namun yang jelas mereka memang sangat gemar merokok. Akibatnya banyak dari mereka terkena ispa (infeksi saluran pernafasan akut). Oleh karena itu orang Rimba sudah sangat terbiasa dengan rokok baik itu rokok daun, kretek maupun cigaret, hal ini tidak terlepas dari rokok yang memiliki unsur penting dalam berbagai proses kegiatan adat sebagai hidangan yang wajib disediakan bersama makanan dan minuman dalam serangkain acara adat.
2.4 Pandangan antropologi kesehatan
terhadap adat merokok
Merokok adalah perilaku membakar
rokok yang berbentuk silinder pada salah satu ujungnya yang dihisap pada ujung
lainnya dan dihembuskan lewat mulut atau hidung. Perilaku ini dilakukan dari
tua bahkan yang kecil sekalipun. Dan Indonesia juga pernah terkenal dengan
adanya Aldy sang baby smoker yang pada waktu itu berumur 3 tahun.
Padahal telah jelas merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi, gangguan kehamilan dan janin seperti apa yang tertera pada bungkus
rokok sebelum diterapkannya peringatan kesehatan bergambar (pictorial health
warning).
Dari pandangan ekonomi kegiatan
merokok ini tidak ada keuntungannya. Malah kebiasaan merokok membuat pergeseran
proritas kebutuhan hidup pada hasil penilitian LDFEUI disebutkan setelah BBM,
rokok merupakan kebutuhan pokok nomer 2 di Indonesia. Bahan pangan pokok
seperti beraspun dikalahkannya. Lumrah atau tidaknya suatu kebiasaan
dikembalikan pada nilai-nilai yang diterapkan pada suatu suku atau kelompok.
Masyarakat kini mulai menyadari bahwa merokok membahayakan kesehatan, namun
tidak bagi sebagian yang lain.
Di Indonesia sendiri dari tahun
1970 sampai tahun 2000 konsumsi tembakau meningkat dari 33 milyar batang
menjadi 217 milyar batang. Berarti dalam kurun 30 tahun peningkatan permintaan
rokok di Indonesia mencapai tujuh kali lipat.
Menurut Data Kementerian Kesehatan
menunjukan (Riskesdas, 2010 pada Buku Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau
Indonesia, hal 22):
a.
92 juta warga Indonesia (non-smoker)
merupakan perokok pasif
b. 43 juta anak merupakan perokok pasif, diantaranya :
31,6 juta berusia 5-18 tahun
11,4 juta berusia 0-4 tahun
Hampir setengah dari anak secara teratur menghirup udara yang
tercemar asap rokok di tempat umum. Lebih dari 40% anak memiliki setidaknya
satu anggota keluarga merokok.
c. Lebih besar dari 200.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit yang berhubungan dengan rokok.
Perokok pasif pada orang dewasa
mengakibatkan Stroke, Iritasi saluran napas, Kanker saluran nasal, Kanker
payudara, penyakit jantung koroner, kanker paru, penyempitan pembuluh darah,
gangguan reproduksi pada wanita dan pada ibu hamil yang merupakan perokok pasif
akan melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan menyebabkan
lebih dari 600.000 kematian dini setiap tahun di dunia (Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan Semester II, 2012, www.depkes.go.id)
Rokok sebagai silent killer.
Penyakit yang timbul karena rokok notabene merupakan penyakit kronis dan
degeneratif yang sulit dideteksi apakah penyakit yang diidap akibat rokok atau
tidak. Sampai saat ini rokok hanya menjadi faktor resiko banyak penyakit. Maka
tak heran hasil deseminasi penelitian dari TCSC-IAKMI menyatakan masyarakat
mengetahui bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan namun mereka tidak
mempercayainya.
Kepercayaan inilah yang sepertinya menjadi
batu besar untuk membuat orang menyadari bahwa merokok itu berbahaya bagi
kesehatan dan berhenti merokok.
2.5
Penyakit dan permasalahan yang dihadapi suku Anak Dalam akibat merokok
Merokok tidak hanya terjadi di kota-kota
metropolitan, namun sudah mengakar menyelusup ke desa-desa bahkan daerah
terpencil sekalipun. Kebiasaan ini sudah terjadi dari berberapa dekade yang
lalu. Bahkan Indonesia menjadi negara pengkonsumsi rokok terbanyak di Asia. Tak
terkecuali suku anak dalam di Jambi. Yang notabene kurang pendidikan dan kurang
terjangkau oleh pemerintah. Mereka banyak menderita penyakit kulit. Mungkin hal
itu dikarenakan kurangnya kebersihan. Selain itu mereka sering menderita
infeksi saluran pernafasan yang mungkin disebabkan karena kebiasaan merokok.
Penyakit yang cukup berat biasanya berkisar pada malaria, cacingan, diare serta
hepatitis. Selebihnya adalah penyakit-penyakit yang umum di derita oleh
masyarakat Indonesia, seperti sakit kepala dan flu.
Hal yang menonjol dari mereka adalah
penampilan gigi mereka yang tidak terawat dan berwarna kecoklatan. Hal ini
terkait dengan kebiasaan mereka yang dari kecil nyaris tidak berhenti merokok
serta rambut yang terlihat kusut karena jarang disisir dan hanya dibasahi saja.
Perilaku merokok masyarakat suku Anak
Dalam tidak terlepas dari kebudayaan dan adat istiadat Suku Anak Dalam yang
menjadikan rokok sebagai syarat mutlak dalam setiap acara kebudayaannya.
2.6
Peran pemerintah dalam mengatasi adat merokok masyarakat suku Anak Dalam
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menolak
tindakannya memberi rokok kepada suku anak dalam atau orang rimba di Jambi
adalah kesalahan. Tudingan kesalahan saat pemberian rokok itu, menurut
Khofifah, sebagai suatu hal yang sangat tidak bijaksana jika para penuding
belum mereka pernah ke sana tapi sudah mempertanyakan masalah tersebut.
"Hal yang sangat bijaksana kalau kita semua pergi ke sana sehingga tahu
adat istiadatnya juga," ujarnya.
Namun sebenarnya, apa yang dilakukan Khofifah telah melanggar peraturan yang dibuat pemerintah. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Pada pasal 35 ayat 1 PP tersebut disebutkan bahwa pemerintah melakukan pengendalian promosi produk tembakau dengan tidak memberikan secara cuma-cuma, potongan harga, hadiah produk tembakau, atau produk lainnya yang dikaitkan dengan produk tembakau.
Namun sebenarnya, apa yang dilakukan Khofifah telah melanggar peraturan yang dibuat pemerintah. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Pada pasal 35 ayat 1 PP tersebut disebutkan bahwa pemerintah melakukan pengendalian promosi produk tembakau dengan tidak memberikan secara cuma-cuma, potongan harga, hadiah produk tembakau, atau produk lainnya yang dikaitkan dengan produk tembakau.
Sebagai suku yang terpinggirkan,
seharusnya pemerintah memberikan perlindungan hidup dan hak dasar sebagai manusia yaitu hal yang
perlu diberikan bagi masyarakat pribumi khususnya Suku Anak Dalam. Hak dasar
tersebut bukan berarti dapat menghilangkan identitas Suku Anak Dalam, tetapi
hak dasar tersebut dapat melindungi mereka dari kehidupan modrenisasi. Misalnya
hak untuk memperoleh pendidikan. Mereka
perlu diajarkan untuk membaca, menulis dan berhitung karena mereka saat ini
seringkali ditipu oleh masyarakat setempat.
Hak untuk memperoleh kesehatan juga perlu
untuk diberikan. Masyarakat suku anak dalam saat ini memiliki penyakit yang
sebelumnya tidak pernah ditemui ketika mereka masih berada di hutan seperti
penyakit hepatitis maupun penyakit pernapasan. Penyakit ini dapat terjadi
karena kehidupan modern hadir di tempat mereka, seperti rokok yang mereka mulai
dikenal sehingga menyebabkan mereka terkena penyakit pernapasan. Selain itu
rokok juga menjadi alat yang dapat mempermudah pendatang yang ingin menguasi
wilayah mereka dengan cara menyuap kepala suku mereka (temenggung) dengan
rokok agar suku anak dalam bersedia mengikuti peraturan yang dibuat oleh
pendatang tersebut.
Perlindungan pemerintah karena banyak
sekali permasalahan yang dialami oleh Suku Anak Dalam akibat tidak adanya
perlindungan hukum yang seharusnya diberikan oleh pemerintah kepada mereka.
Mereka tidak mengetahui sistem hukum yang diterapkan di Indonesia. Yang mereka
ketahui hanyalah hukum rimba. Mereka tidak mengetahui sistem kepemilikan dan
mereka melakukan tindakan kekerasan sebagai tanda perlindungan terhadap diri
mereka.
Saat ini memang sudah ada perlindungan hukum yang diberikan oleh lembaga masyarakat tertentu kepada Suku Anak Dalam, namun masih diperlukan peran pemerintah untuk melindungi mereka karena pada dasarnya mereka tidak mengerti hukum yang berlaku dan itu bukanlah kesalahan mereka. Pemerintah saat ini memang sudah membuat peraturan perundangan yang khusus mengatur masyarakat adat, tetapi perlu untuk di koreksi kembali Karena peraturan tersebut tidak selalu memenuhi kebutuhan masyarakat adat karena setiap kebutuhan suku-suku yang ada di Indonesia berbeda.
Saat ini memang sudah ada perlindungan hukum yang diberikan oleh lembaga masyarakat tertentu kepada Suku Anak Dalam, namun masih diperlukan peran pemerintah untuk melindungi mereka karena pada dasarnya mereka tidak mengerti hukum yang berlaku dan itu bukanlah kesalahan mereka. Pemerintah saat ini memang sudah membuat peraturan perundangan yang khusus mengatur masyarakat adat, tetapi perlu untuk di koreksi kembali Karena peraturan tersebut tidak selalu memenuhi kebutuhan masyarakat adat karena setiap kebutuhan suku-suku yang ada di Indonesia berbeda.
Gubernur Provinsi Jambi menjelaskan bahwa dari hasil riset kesehatan
yang dilakukan pada tahun 2013 lalu, proporsi perokok di Provinsi Jambi tiap
harinya mencapai 22,9 persen, angka itu termasuk anak-anak.Kontribusi anak
berusia 10-14 tahun mencapai 0,5 persen sudah merokok setiap harinya. Kondisi
demikian tentunya menjadi perhatian bersama, bukan hanya pemerintah saja,
karena penyakit akibat merokok sangat merugikan bagi kesehatan individu maupun
kepada mereka yang tidak merokok.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Jambi Andi Pada mengatakan bahwa sejak tahun 1993 gebrakan larangan
atau anti merokok terus digalang dan pada kemasan rokok juga dipasang
bahaya-bahaya merokok.Selain itu, juga diadakan penandatanganan dukungan
pemerintah Provinsi Jambi dan masyarakat Jambi dalam komitmen anti rokok untuk
dukungan rekor Muri anti rokok tahun 2014.
BAB 3
KESIMPULAN
Kesimpulan
Pembagian rokok ke Suku Anak
Dalam Jambi sebagai bentuk upaya menghormati
adat masyarakat suku Anak Dalam menimbulkan kontroversial. Namun dengan
alasan pendekatan antropologis maka hal ini dianggap jalan terbaik. Tak heran
Indonesia masih nyaman dengan posisi konsumen rokok terbanyak, hal yang
seharusnya tabu ini masih terbilang lumrah bahkan dengan kacamata sekaliber
Menteri Sosial. Penolakan atas tindakan pemberian rokok ini pun terjadi dari
beberapa pihak. Oleh karena itu perjuangan pengendalian tembakau di Indonesia
seperti tak berujung. Pemerataan pelayanan kesehatan dengan
tenaga kesehatan berpengalaman dan pengadaan pendidikan kesehatan rutin pada Suku
Anak Dalam bisa menjadi solusi untuk mengatasi adat merokok pada suku tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.
(2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Pool, Robert., & Geissler, Wenzel. (2005). Medical
Anthropology. Berkshire
England : Open University Press
Muchlas,
Munawir.1975, Sedikit Tentang Kehidupan Suku Anak Dalam ( Orang Kubu ) di Provinsi
Jambi, Kanwil Depsos Provinsi Jambi, Jambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar