Jumat, 14 April 2017

PENERAPAN SILA SILA PANCASILA SEBUAH PERSOALAN DI ERA GLOBALISASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “ Penerapan Sila Sila Pancasila Sebuah Persoalan di Era Globalisasi “ dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak Joko Wasisto, S.Kar selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penerapan sila sila pancasila di era globalisasi, dan juga bagaimana kita dapat menerapkannya dalam kehidupan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Dan dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

                                                                                                Semarang , 11 Januari 2016

                                                                                                            Penulis










BAB 1
                                                                PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara Indonesia didirikan, dan hingga sekarang di era globalisasi, Negara Indonesia tetap berpegang teguh kepada Pancasila sebagai dasar negara. Sebagai dasar negara tentulah pancasila harus menjadi acuan Negara dalam menghadapi tantangan global dunia yang terus berkembang. Karena dengan adanya globalisasi batasan – batasan diantara negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat. Hal ini akan dapat memberikan dampak yang positif dan negatif bagi masyarakat.
Namun persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir. Bangsa dan rakyat Indonesia seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai – nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat- bulat. Nilai – nilai yang datang dari luar serta merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang.
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan , khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak yang positif. Berbagai perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa baik itu di bidang politik, sosial, budaya dan teknologi informasi. Berbagai dampak negatif terjadi di karenakan manusia kurang bisa memfilter dampak dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif daripada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan dari fenomena globalisasi ini.
Penerapan sila-sila Pancasila berarti mempraktekkan nilai dari sila-sila pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Semakin maju zaman memberi pengaruh yang besar terhadap berjalannya pencapaian Indonesia menuju cita – cita Indonesia yaitu pancasila. Saat ini kita sedang masuk di zaman serba baru atau era globalisasi yang seharusnya  membawa Indonesia semakin dekat pada cita – cita bangsa tetapi fakta menunjukkan hal yang berlawanan dari pernyataan tersebut era globalisasi memunculkan teknologi yang modern tetapi juga mendatangkan budaya luar yang masuk ke Indonesia dan menjadi suatu hal yang biasa untuk diikuti. Sehingga Indonesia semakin jauh dari  cita – cita bangsa.
Hal tersebut menjadi kesalahan yang harus diperbaiki oleh bangsa Indonesia, karena permasalahan ini dapat melunturkan nilai – nilai kebangsaan dan menjauhkan bangsa Indonesia dari budaya bangsa.

 1.2 RUMUSAN MASALAH
1.  Bagaimana pelaksanaan nilai-nilai pancasila dalam aspek kehidupan rmasyarakat?
2. Apakah pengaruh globalisasi terhadap pelaksanaan sila-sila Pancasila ?
3. Bagaimana peran Pancasila dalam menghadapi tantangan globalisasi ?
1.3  TUJUAN

1.      Untuk mengetahui sejauh manakah nilai pancasila diterapkan dalam kehidupan masyarakat
2.      Untuk mengetahui pengaruh globalisasi terhadap pelaksanaan sila-sila Pancasila
3.      Untuk mengetahui peran pancasila dalam menghadapi tantangan globalisasi



















BAB II
                                                  PERMASALAHAN

2.1 PENERAPAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA DALAM ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT
Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegeraan. pancasila berperan sebagai pengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Sila-I), dengan sesama manusia (sila II) dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia (Sila-III) dengan kekuasaan dan pemerintahan negara (kerakyatan) dan dengan negara sebagai kesatuan dalam rangka realisasi kesejahteraan (sila-V).
Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu dan menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap ekosistem bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kehormatan Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, hal ini karena telah tertanam dalam kalbunya rakyat dan dapat mempersatukan seluruh rakyat.
Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain, bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Pancasila sebenarnya adalah cita-cita yang ingin dicapai bersama oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu, Pancasila sering disebut dengan landasan ideal.Maksud dari ideal adalah bahwa Pancasila merupakan hal yang menjadi sebuah gagasan dan dambaan.Hal ini sesuai dengan pengeraian Pancasila sebagai ideologi negara.Dalam era yang hiruk-pikuk ini, eksistensi Pancasilan sudah mulai dipertanyakan. Benarkah Pancasila memang menjadi dasar hidup bangsa, benarkah Pancasila merupakan identitas bagi bangsa Indonesia.Melihatrealita yang ada, sulit untuk membuktikan bahwa Pancasila masih menjiwai dan mendarah-daging dalam diri manusia Indonesia.
Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambang dan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan kehadirannya di Indonesia. Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa Indoensia. Bukti dari semua itu aalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan realita yang ada dalam masyarakat, aplikasi sila-sila Pancasila jauh dari harapan.Banyaknya kerusuhan yang berlatar belakang SARA (suku, ras, dan antargolongan), adanya pelecehan terhadap hak azasi manusia, gerakan separatis, lunturnya budaya musyawarah, serta ketidakadilan dalam masyarakat membuktikan tidak aplikatifnya Pancasila. Adanya hal seperti ini menjauhkan harapan terbentuknya masyarakat yang sejahtera, aman, dan cerdas yang diidamkan melalui Pancasila.
2.2 PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PELAKSANAAN NILAI-NILAI PANCASILA
Globalisasi dapat diartikan sebagai menyatunya berbagai bangsa di seluruh dunia sehingga meghilangkan batas-batas wilayah yang selama ini memisahkan bangsa yang satu dengan yang lainnya. Hilangnya batas-batas wilayah tersebut disebabkan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga hubungan antar manusia dapat dilakukan dengan cepat dan  dapat menembus batas-batas negara.
Arus globalisasi begitu cepat masuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala - gejala yang muncul dalam kehidupan sehari - hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja - remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak diperlihatkan. Padahal cara berpakaian tersebut jelas - jelas tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Selain itu, gaya rambut yang bermacam – macam seperti dicat beraneka warna juga termasuk pengaruh buruk di era globalisasi. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka.
Kenyataannya saat ini adalah nilai-nilai pancasila telah luntur. Entah dikalangan penjabat, elit politik, mahasiswa, pelajar bahkan masyarakat. Betapa menyedihkannya, bangsa Indonesia sendiri tidak lagi mengenal nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Ironisnya kadar semangat kebangsaan dalam seluruh aspek kehidupan sangat menurun. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa terabaikan, pelaksanaan demokrasi kebablasan, terjadinya kesenjangan kehidupan ekonomi teramat luas, berkembangnya budaya korupsi dan stabilitas keamanan pun terganggu. Akibat tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir para pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila.
2.3  PANCASILA DALAM TANTANGAN GLOBALISASI
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.
Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila.
Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap bangsa Indonesia, rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri.
Dahulu,sesuai dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu islam, serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme. Pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.
Jika dibandingkan pemahaman masyarakat tentang Pancasila dengan lima belas tahun yang lalu, sudah sangat berbeda. Saat ini sebagian masyarakat cenderung menganggap Pancasila hanya sebagai suatu simbol negara dan mulai melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Padahal Pancasila yang menjadi dasar negara dan sumber dari segala hukum dan perundang-undangan adalah nafas bagi eksistensi bangsa Indonesia. Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir para pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Contoh yang tidak baik dari para pemimpin bangsa dalam pengamalan Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat.
Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa melaksanakan nilai-nilai Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya kekuatan baru yang tidak melihat Pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Akibatnya, terjadilah kekacauan dalam tatanan kehidupan berbangsa, di mana kelompok tertentu menganggap nilai-nilainya yang paling bagus. Lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian masyarakat dapat berarti awal sebuah malapetaka bagi bangsa dan negara kita. Fenomena itu sudah bisa kita saksikan dengan mulai terjadinya kemerosotan moral, mental dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung mengundang tindak anarkhis.

BAB III
                                                                  PEMBAHASAN

3.1 PENERAPAN PANCASILA DALAM ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT GLOBAL
Pancasila adalah pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila juga telah memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Di Indonesia, sejak diresmikannya Pancasila sampai sekarang, penerapan Pancasila masih ‘jauh bara dari api’. Yang terjadi pada saat ini bukan penerapan Pancasila, melainkan pergeseran Pancasila Ketuhanan yang menjadi pilar utama moralitas bangsa telah di ganti dengan keuangan. Kemanusiaan yang akan mewujudkan kondisi masyarakat yang ideal telah di gantikan dengan kebiadaban dengan banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Persatuan yang seharusnya ada sekarang telah berubah menjadi embrio perpecahan dan disintegrasi. Permusyawarahan sebagai sistem kekeluargaan berubah menjadi kebrutalan. Sementara itu keadilan sosial berubah menjadi keculasan dan keserakahan.
Selain pihak masyarakat sendiri pergeseran makna Pancasila juga dilakukan oleh pihak penguasa. Pada masa tertentu, secara sistematis Pancasila telah dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Tindakan yang dilakukan terhaap Pancasila ini turut menggoncang eksistensi Pancasila.Pancasila seakan-akan momok yang menakutkan, sehingga oleh sebagian masyarakat dijadikan sebuah simbol kekuasaan dan kelanggengan salah satu pihak.
Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila.Hedonisme (aliran yang mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian bangsa.Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara Indonesia.
Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.
Dari berbagai kenyataan di atas timbul berbagai pertanyaan, apakah pancasila sudah tidak cocok lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kalau pancasila masih cocok di Indonesia, dalam hal ini siapa yang salah, bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik sehingga sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
3.2  PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PANCASILA
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, money laundering, keimigrasian, human trafficking, penebangan hutan secara ilegal, pencurian laut, pengakuan hak cipta, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi.
Efek lainnya adalah globalisasi dapat memberikan efek negatif bagi budaya-budaya leluhur di Indonesia. Dengan adanya globalisasi waktu, jarak, wilayah bukan lagi menjadi halangan, khususnya pada dunia hiburan. Pada dunia hiburan, efek globalisasi sangat jelas dapat dirasakan, sebagai contoh: lunturnya musik - musik tradisional, lunturnya budaya Indonesia dalam film-film lokal, minimnya pentas seni lokal jika dibandingkan dengan pentas seni kontemporer moderen. Hal tersebut mencerminkan bahwa, globalisasi dapat dengan mudah mengubah nilai-nilai budaya yang sudah ada sebelumnya.
Pada masyarakat, hal ini tentu sangat membahayakan. Hal tersebut didasarkan pada mulai timbulnya sifat individualistis di masyarakat, minimnya tenggang rasa dan semangat gotong royong. Hilangnya citra Indonesia yang sudah jelas banyak negara lain mengenal budaya masyarakat Indonesia sangat ramah tamah sebelumnya. Belum lagi aksi teror, yang baru-baru ini marak terjadi. Ada sebagian kelompok masyarakat bangsa ini yang menganut pandangan ekstim dan radikal, yang menolak landasan bangsa ini yaitu Pancasila sebagai pedoman hidupnya, yang tentu sangat berbahaya bagi integritas bangsa ini kedepan. Hal-hal ini tentunya dapat mengubah identitas bangsa ini, yang sebelumnya populer dengan bangsa yang menjunjung tinggi nilai multikultur yang Bhenika Tunggal Ika yang memiliki kesatuan sangat erat serta masyarakatnya yang sangat berjiwa ketimuran.
3.3 PERAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI
Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet yang terkenal anti dunia luar tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain.
Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir. Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Contoh nyatanya adalah sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.
Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.
Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut .
Dalam pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung pikiran-pikiran terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dicita-citakan. Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia.

3.4 MENUMBUH KEMBANGKAN NILAI-NILAI PANCASILA
 Untuk memajukan bangsa ini kita harus melihat kebelakang, karena masa depan bangsa Indonesia ada dibelakang. Maksudnya kita harus menengok kembali sejarah berdirinya bangsa Indonesia.Cita-cita untuk memajukan bangsa Indonesia ada disana.Cita-cita bersama itu adalah suatu paham yang diperkanalkan oleh Ir.Soekarno dalam rapat BPUPKI. Cita-cita tersebut ialah pancasila.
Pancasila merupakan perpaduan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia.Oleh karena itu secara konsep pancasila merupakan suatu landasan ideal bagi masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai falasafah Negara sudah final,untuk itu jangan ada pihak-pihak yang berpikir atau berusaha menggantikannya. Oleh karena itu kita semua sebagai rakyat Indonesia harus mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Karena ini merupakan kecenderungan realitas system sosial politik yang saat ini mengancam eksisitensi Pancasila sebagai ideology bangsa.Dengan demikian jika sikapi secara konstruktif merupakan peringatan dan sekaligus ajakan politis kepada generasi sekarang untuk menjaga Pancasila dari berbagai upaya taktis dari pihak-pihak yang ingin mencoba menggantikannya.
Terkait dengan upaya menanamkan kesadaran politik bangsa dalam menjaga Pancasila para elit politik, legislatif-eksekutif dan penyelenggara Negara seharusnya perlu mendorong tersedianya kebijakan atau regulasi public.Kebijaksanaan itu harus mampu membangun partisipasi politik rakyat secara kesluruhan kearah itu.Terlebih lagi bila hal tersebut dikaitkan dengan realitas sosial-politik saat ini.Membangun kesadaran politik bangsa perlu dan harus diarahkan secara dini kepada generasi muda.Karena kelompok masyarakat inilah yang mengalami jeda pemahaman nilai-nilai Pancasila cukup tinggi pada sisi konseptual dan kontekstual. Pemerintah seharusnya juga mampu menjalankan kebijakan-kebijakan secara konsisten yang selalu berpijak pada pemaknaan politik mendefinisikan eksistensi Pancasila sebagai falsafah negara.
Langkah konkritnya, pemerintah perlu memasukkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai materi bahan pengajaran pada sistem pendidikan nasional. Kebijakan ini tetap relevan dan tidak akan mengurangi hakekat dari tujuan dasar pelaksanaan pendidikan nasional yang ingin menciptakan manusia yang berakhlak cerdas. Negara memerlukan falsafah politik karena pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa Negara merupakan persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan yang juga merupakan masyarakat hukum.Artinya hukum tidak dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. Keberadaan hukum adalah deskripsi filosofis bahwa Negara memiliki falsafah politik dalam mengukur nilai-nilai, keteraturan, keadilan, dan terpenuhinya kepentingan masyarakat yang harus diupayakan Negara.
BAB IV
                                                                       PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Mengenai kedudukan dan fungsi Pancasila yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita dapat memahami mengapa nilai-nilai Pancasila harus dipertahankan. Globalisasi di berbagai bidang kehidupan menjadi salah satu ancaman yang dapat memudarkan nilai-nilai Pancasila. Semakin hari kita dapat merasakan bahwa nilai-nilai Pancasila semakin terlupakan karena banyaknya pengaruh dari luar. Padahal, Pancasila adalah salah satu filter yang dapat digunakan untuk memilih mana budaya luar yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan mana yang tidak sesuai. Oleh karena itu, eksistensi Pancasila harus mulai dikembangkan kembali. Cara-cara yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan mengetahui, memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pemerintah sebagai sosok yang menjadi panutan rakyatnya harus mampu menjadi contoh yang baik. Para pejabat negara tidak boleh bersikap sekehendak hati karena rakyat mengamati gerak gerik para elite politik. Apabila rakyat melihat pemimpinnya sudah berperilaku baik , maka dengan sendirinya rakyat akan meniru tingkah laku baik tersebut.
4.2 SARAN
Globalisasi memang memiliki banyak dampak positif, namun tidak sedikit juga dampak negatif yang dihasilkan. Perkembangan zaman dengan segala kecanggihan komunikasi dan informasi jangan sampai membuat kita mudah mengikuti budaya-budaya dari luar. Kita harus pandai menyeleksi budaya luar yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Oleh karena itu sangat penting untuk kembali menerapkan makna nilai-nilai Pancasila yang dapat dijadikan pedoman hidup.









 DAFTAR PUSTAKA
- Suwarno, P.J.. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia.





LAPORAN PRAKTIKUM DASAR BIOMEDIK 2

          PEMERIKSAAN HYMENOLEPSIS NANA KLINIS pada DIARE
        BAB I
                                                PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hymenolepiasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh dua spesies cacing pita kerdil /dwarf tapeworm dari genus Hymenolepis yang menginfeksi manusia. Dua spesies tersebut adalah Hymenolepis nana yang secara primer merupakan parasit pada manusia dan Hymenolepis diminuta  yang secara primer merupakan parasit pada tikus, mencit dan rodensia lain tetapi dapat juga menginfeksi manusia. Hymenolepiasis nana merupakan penyakit cacing pita yang disebabkan oleh Hymenolepis nana stadium dewasa maupun stadium larva yang menginfeksi saluran usus  manusia. Di Indonesia kejadian hymenolepiasis nana relatif rendah dibanding dengan kejadian infeksi oleh cacing pita lainnya. Menurut survey yang dilakukan Sri S Margono, di Jakarta ditemukan cacing pita ini sejumlah 0,2-1 % dari seluruh sampel survey yang diperiksa terhadap cacing pita di Indonesia, sedangkan menurut penelitian Adi sasongko dari  101 sampel yang diteliti hanya satu sampel yang positif terdapat telur Hymnolepis nana.(Margono SS,1989 ; Sasongko A dkk, 2002).
Hymenolepis nana adalah cacing pita kerdil yang merupakan parasit paling sering dijumpai pada manusia khususnya di Asia. Karena siklus hidupnya secara langsung, maka memungkinkan penularannya dari manusia ke manusia dengan cepat dapat terjadi. Parasit ini merupakan cacing pita terkecil serta satu-satunya cacing pita yang tidak memerlukan induk semang antara / intermediate host. (Duerden BI et al.,1987 ; Brooks GF et al,1996).
Anak-anak lebih sering terinfeksi Hymenolepis nana daripada orang dewasa terutama pada anak-anak usia 8 tahun. Pada tahun 1942 diperkirakan lebih dari 20 juta orang terinfeksi oleh cacing pita ini, survey menunjukkan bahwa angka kejadiannya berkisar antara 0,2 – 3,7 %, walaupun pada daerah tertentu angka kejadiannya mencapai 10 %  pada anak-anak yang menderita akibat infeksi oleh cacing pita ini ( Neva A and Brown HW,1994 ;  Joklik WK et al,1996 ;  Markell EK et al,1992)
Manusia merupakan reservoar alamiah dan penularan biasanya terjadi secara langsung dari manusia ke manusia lainnya dengan cara ingesti telur yang ada dalam feces penderita. Walaupun penularan melalui makanan dan minuman dapat juga terjadi, tetapi hal tersebut jarang dijumpai karena telur cacing pita ini mempunyai daya  tahan yang rendah diluar hostnya (Strickland GT, 1984)
Dalam identifikasi infeksinya perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan,2005).

Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau  menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan Herry, 2000)

B.     Tujuan
     Mendiagnosa dan mengidentifikasi tinja manusia yang di ketahui mengalami diare
C.    Manfaat
      Mahasiswa mampu mengetahui jenis cacing yang menyebabkan diare pada manusia serta pencegahannya.



















    BAB II
                                      TINJAUAN PUSTAKA
A.    Sejarah
Hymenolepis nana ditemukan oleh Theodor Bilharz pada tahun 1851 dalam usus halus seorang anak di Kairo. Peneliti ini juga yang pertama kali memperkenalkan daur hidup langsung dari Hymenolepis nana. Inang definitifnya meliputi manusia, primata, tikus, dan mencit. Hymenolepis nana menyebabkan penyakit Hymenolepiasis. Hymenolepis nana juga pernah dilaporkan pada tupai,  monyet, dan simpanse ( Brooker, C. 2008 ).
Klasifikasi :
Kingdom              : Animalia
Phylum                 : Platyhelminthes
Class                    : Cestoda
Ordo                     : Cyclophyllidea
Family                  : Hymenolepididae
Genus                   : Hymenolepis
Species                 : Hymenolepis nana
Nama penyakit      : Hymenolepiasis

B.     Morfologi
      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLYB5o7v35ETBtaN3SAyhLTPl3O01ZFPXmflqCZfYiHdF3QELUp1paTsoqgt1sgdazOK1ly-Loxp8pi2Jo4ZO3Ddjmk-RWuoQxFbng7uZnq_P5gKwIt3DuShfyXywlGV_KvWLwJWZxEw4/s1600/220px-H_nana_adultF.JPG                   msoBA45B
               Gambar 2.1                                                        Gambar 2.2
 Cacing dewasa hymenolepis nana                       Scolex hymenolepis nana

Sumber : ( Purnomo.dkk, 2008 )

Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dan  mempunyai ukuran terkecil jika dibandingkan dari golongan cestoda yang ditemukan pada manusia,. Panjangnya kira-kira 25-40 mm dan lebarnya 1 mm. Terbagi atas kepala (skoleks), leher dan sederet segmen-segmen yang membentuk rantai atau strobila ( Neva A and Brown HW, 1994 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009).

Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil isap dan rostellum yang pendek dilengkapi dengan satu deret kait berjumlah 20-30 kait yang berfungsi untuk melekatkan diri pada permukaan mukosa intestin inang. Dibelakang kepala terdapat leher yang merupakan bagian yang bersifat poliferatif untuk membentuk segmen-segmen baru. Strobila terdiri atas proglotid-proglotid immature (segmen muda) – mature (segmen dewasa) – dan gravid, kurang lebih 200 segmen. Segmen dewasa (segmen mature) memiliki satu set alat reproduksi sendiri. Lubang genital terletak unilateral, terdapat 3 testis dan 1 ovarium ( Purnomo.dkk, 2008 ).

Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam hospes. Strobila dimulai dengan proglotid imatur yang sangat pendek dan sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung distal strobila membulat. Di dalam proglotid gravid uterus membentuk kantong mengandung 80-180 telur ( Sandjaja,Bernadus. 2007 ).
Telur keluar dari proglotid paling distal  (proglotid gravid) yang hancur. Bentuknya lonjong, mirip buah lemon (ovoid) berukuran 30-47 mikron, mempunyai lapisan kulit yang terdiri dari dua membran sebelah dalam dengan penebalan pada kedua kutub, dari masing-masing kutub keluar 4-8 filamen. Telur berisi embrio heksakan atau embrio dengan 3 pasang kait (onkosfer). Penyerapan makanan melalui tegumen (bagian luar tubuh cestoda yang berfungsi absortif dan metabolit) dan alat ekskresinya berupa sel api / flame cell ( Sandjaja,Bernadus. 2007 ).
C.    Siklus hidup
   
                                          Gambar 2.3 siklus hidup hymenolepis nana
Sumber: Centers for Diseases Control and Prevention, Atlanta. http://www.cdc.gov/parasites/hymenolepis.
Tikus adalah host definitif primer. Sedangkan serangga (kumbang/kutu) adalah host perantara yang terkontaminasi kotoran hewan pengerat. Penularan secara langsung terjadi melalui jari yang tercemar telur cacing (auto infeksi atau dari orang ke orang). Dapat juga terjadi dikarenakan manusia menelan serangga yaitu berbagai jenis kumbang seperti kumbang beras (Sitophilus oryzae) atau kumbang tepung (Gnatocerus cornutus) yang mengandung cysticercoid di tubuh kumbang  (Natadisastra D  dan Agoes R, 2009).
Habitat cacing ini adalah pada 2/3 bagian atas dari ileum. Cacing ini dapat hidup sampai beberapa minggu, sedangkan telur cacing ini hanya dapat bertahan hidup selama 2 minggu setelah dikeluarkan bersama feses hostnya. Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, mencit dan tikus. Cacing ini di dalam siklus hidupnya tidak memerlukan hospes perantara, kecuali Hymenolepis nana var. fraterna yang hospes alamiahnya adalah tikus dan menggunakan flea serta kumbang sebagai hospes perantaranya. Proglotid gravid Hymenolepis nana akan pecah didalam usus penderita dan mengeluarkan telur yang segera menjadi infektif bila dikeluarkan bersama feses penderita. Manusia tertular jika memakan telur cacing ini. Di dalam usus halus, telur akan menetas menjadi oncospher dan menembus villi usus halus serta akan kehilangan kaitnya. Selanjutnya dalam 4 hari kemudian akan menjadi larva cysticercoid. Larva ini terdapat pada tunica propria usus halus penderita. Beberapa hari kemudian larva ini akan kembali ke lumen usus penderita untuk menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. ( Neva A and Brown HW, 1994 ; Duerden BI, 1987).
Dalam 30 hari setelah infeksi, dapat ditemukan telur dalam tinja hospes. Kadang-kadang telur dapat menetas di dalam lumen usus halus penderita kemudian oncospher akan menembus villi usus dan siklus hidupnya akan berulang kembali. Cara infeksi yang demikian ini disebut sebagai autoinfeksi interna yang dapat memperberat infeksi sehingga memungkinkan terjadi reinfeksi pada individu yang sama. (Neva A and Brown HW, 1994 ; Joklik WK, 1996).
D.    Patogenesis
Perubahan patologis akibat Himenolepiasis nana tergantung pada intensitas infeksi, status imunologis hospes dan adanya penyakit-penyakit lain yang menyertainya. Akibat infeksi dari cacing ini biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada mukosa usus tetapi dapat terjadi desquamasi sel epithel dan nekrosis pada tempat perlekatan cacing dewasa, sehingga dapat menimbulkan enteritis pada infeksi yang berat  (Natadisastra D  dan Agoes R, 2009).
Infeksi yang ringan biasanya tidak menimbulkan gejala klinis atau asymptomatis atau hanya timbul gangguan pada perut yang terlihat kurang nyata. Pada infeksi yang berat  akibat infestasi lebih dari 1000 cacing, terutama pada anak-anak yang biasanya merupakan autoinfeksi interna dapat menimbulkan gejala berupa kurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, nyeri epigastrium, nyeri perut dengan atau tanpa diare yang disertai darah, mual, muntah, pusing, toxaemia, pruritus anal, uticaria serta gangguan syaraf misalnya irritabilitas, konvulsi dan kegelisahan. (Brown HW, 1994 ; Joklik WK, 1996; Maegraith B, 1985; Manson-Bahr PEC and Bell DR, 1987; Ghaffar A and Brower G, 2010; Roberts L and Janovy Jr, 2000; Markell EK, 1992; Strickland GT, 1984)
Hymenolepiasis nana yang berat pada anak – anak dapat menimbulkan asthenia, penurunan Berat badan, hilangnya nafsu makan, insomnia, nyeri perut disertai diare, muntah , pusing , gangguan saraf serta reaksi alergi pada anak yang sensitive. Anemia sekunder dan eosinofilia antara 4-16% kemungkinan dapat pula terjadi. Pada anak – anak juga sering terjadi autoinfeksi interna sehingga dimungkinkan terjadi infeksi berat yaitu diare bercampur darah, sakit perut dan gangguan sistemik yang berat (Soedarto,2008 ; Ongkowaluyo JS, 2002).
E.     Diagnosa
Gejala klinis pada hymenolepiasis nana biasanya tidak jelas sehingga diagnosa penyakit ini tergantung pada pemeriksaan laboratorium dengan ditemukannya telur dalam feses penderita. Proglotid biasanya tidak ditemukan di dalam feses, karena telah mengalami desintegrasi di dalam usus sebelum dikeluarkan. Bila ditemukan cacing dewasa dalam feses, indentifikasi dilakukan pada bagian scolexnya yang berbeda dengan cacing pita yang lain. (Joklik WK, 1996)
Diagnosa pasti terhadap hymenolepiasis nana dapat ditegakkan dengan menemukan telur yang mempunyai gambaran khas pada feces penderita. Telur Hymenolepis nana dapat dibedakan dengan telur Hymenolepis diminuta, karena telur Hymenolepis nana  ukurannya relatif lebih kecil dan mempunyai  4-8 filamen yang disebut sebagai polar filament, sedangkan telur Hymenolepis diminuta ukurannya relatif lebih besar dan tidak mempunyai polar filament. (Markell B, 1992)
F.     Pengobatan
Sebagai obat pilihan dapat diberikan Niclosamide /Yomesan dengan dosis 2,0 gram, dikunyah, sekali sehari diberikan selama 5-7 hari. Obat lain yaitu Praziquantel peroral dengan dosis tunggal 15 mg/kg barat badan diberikan setelah makan pagi. Praziquantel ternyata cukup toleran dan berhasil lebih baik daripada niclosamide. Obat ini akan menimbulkan pembentukan vakuola pada leher cacing. Obat lain yang dapat digunakan adalah Paramomysin dan Quinacrine walaupun dalam hal ini Paramomysin kurang efektif, sedangkan Quinacrine  sedikit bersifat toxic. (Joklik WK,1996; Markell EK et al, 1992).
G.    Pencegahan
Infeksi oleh cacing pita ini umumnya terjadi secara langsung dari    tangan ke mulut. Pada manusia infeksi selalu disebabkan oleh telur yang   tertelan dari benda yang terkontaminasi tanah, dari tempat-tempat defekasi atau langsung dari anus ke mulut. Karena penularan cacing pita ini secara langsung dan manusia sebagai sumber infeksi utama maka pencegahannya agak sulit dilakukan. Untuk menekan dan menghindari infeksi cacing pita ini, perlu meningkatkan kebersihan lingkungan, kebersihan perorangan terutama pada keluarga besar, meningkatkan kesadaran dan higienes pada anak-anak, mengobati penderita sehingga tidak menjadi sumber penularan serta memberantas hospes reservoar sebagai sumber infeksi seperti tikus dan hewan pengerat lainnya. (Brown HW, 1994 ; Joklik WK et al, 1996; Onggowaluyo JS, 2002)


BAB III
                             METODOLOGI
A.    Alat dan bahan
Alat- alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
1.      Mikroskop
2.      Kaca sediaan ( kaca obyek )
3.      Lidi
4.      Kaca penutup
5.      Botol berlisol
6.      Tabung reaksi kapasitas 10 ml
7.      Rak tabung reaksi
Reagen :
1.      NaCl    0,85 %
2.      Eosin   1-2 %
3.      Lugol   1-2 %
B.     Cara kerja
1.      Menyiapkan kaca sediaan yang bersih dan kering
2.      Tetesi 1 tetes larutan NaCl atau eosin
3.      Dengan ujung batang lidi ambil sedikit tinja yang akan diperiksa
4.      Tinja tadi diaduk-aduk dengan lidi tersebut dalam tetesan larutan sampai diperoleh suspensi yang tipis dan rata. Bagian-bagian yang keras seperti serabut-serabut atau passir dibuang.
5.      Tutuplah sediaan dengan kaca penutup
6.      Lidi bekas dibuang ke botol berlisol
7.      Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 atau 40 x
       BAB IV
    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Hasil pengamatan telur hymenolepis nana
                                 http://public.health.oregon.gov/LaboratoryServices/ImageLibrary/PublishingImages/Hymenolepis-nana.jpg
Sumber : Centers for Diseases Control and Prevention, Atlanta. http://www.cdc.gov/parasites/hymenolepis.
Ukuran : 47 x 37 mikron
Bentuk : Bulan/ bujur
Berisi   : Embrio Heksakan
Perbesaran : 40x 10

      Berdasarkan hasil pengamatan, bentuk telur Hymenolepis nana adalah bulat seperti bulan,  serta ada juga di sekeliling telur itu yang berbentuk bujur panjang dan tipis. Selain itu, warna dari telur Hymenolepis nana tersebut adalah kuning bening  serta ada sedikit bagian yang berwarna biru. Di dalam telur Hymenolepis nana juga terlihat adanya embrio heksakan yang berbentuk bulat berwarna kuning keemasan.


B.     Pembahasan
      Dari hasil pengamatan, ditemukan telur cacing Hymenolepis nana  pada  tinja sebagai penyebab diare. Cacing ini menginfeksi manusia dengan cara hidup di dalam usus manusia. Manusia sebagai reservoar alamiah penularan bisa terjadi secara langsung dari manusia ke manusia lainnya dengan cara ingesti telur yang ada dalam feces penderita. Walaupun penularan melalui makanan dan minuman dapat juga terjadi, tetapi hal tersebut jarang dijumpai karena telur cacing pita ini mempunyai daya tahan yang rendah diluar hostnya. Larva dari flea dan kumbang dapat terinfeksi setelah ingesti telur cacing pita ini dan berkembang menjadi cisticercoid di dalam hemocoelenya.

Infeksi terjadi diawali dengan tertelannya telur H. nana yang ada di kotoran manusia atau hewan (tikus) yang mencemari makanan atau air minum. Penularan secara langsung terjadi melalui jari yang tercemar telur cacing (auto infeksi atau dari orang ke orang). Dapat juga terjadi dikarenakan manusia menelan serangga yaitu berbagai jenis kumbang seperti kumbang beras (Sitophilus oryzae) atau kumbang tepung (Gnatocerus cornutus) yang mengandung cysticercoid di tubuh kumbang.

Telur yang berada di dalam usus berkembang menjadi larva cysticercoid, menempel pada mukosa usus halus, dan berkembang menjadi cacing dewasa dan selanjutnya akan bereproduksi menghasilkan telur. Telur yang keluar bersama tinja langsung infektif. Lama hidup cacing dewasa di dalam tubuh 1—1,5 bulan. Di dalam tubuh pun bisa juga terjadi auto infeksi. Telur melepaskan embrio hexacanth, menembus villi usus untuk melanjutkan siklus infektif tanpa melalui lingkungan luar tubuh. Jika terjadi outo infeksi kemungkinan dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Jumlah cacing yang berada dalam usus seorang penderita tergantung dari banyaknya telur infektif yang tertelan, bahkan dapat mencapai lebih dari seribu ekor.

Infeksi yang ditimbulkan Hymenolepis nana biasanya tanpa gejala atau dapat juga dalam bentuk infeksi ringan. Gejala yang dirasakan bagi penderita infeksi berat adalah sakit kepala, pusing, anoreksi, nyeri perut yang disertai diare atau tidak, mual, muntah, dan kehilangan berat badan. Dapat juga terjadi eosinofilia dengan derajat yang rendah 5—10%. Infeksi berat yang dirasakan kemungkinan besar terjadi dikarenakan adanya auto infeksi. Autoinfeksi adalah dapat terjadi pada infeksi H.nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio hexacanth mereka yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus infektif tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat memperbanyak diri dalam tubuh hospes.

Banyak faktor yang dapat menimbulkan tinggi-rendahnya prevalens hymenolepiasis, antara lain keadaan kurang gizi pada anak-anak, kondisi iklim tropis, turunnya daya tahan tubuh, perilaku hidup bersih yang ada dalam keluarga, dan buruknya kondisi sanitasi dengan ditandai oleh terbatasnya ketersediaan air bersih dan sarana pembuangan kotoran manusia serta sampah, dan kondisi lingkungan pemukiman yang memudahkan tikus bersarang.

Kondisi hygiene perorangan, termasuk perilaku, dan upaya sanitasi lingkungan merupakan faktor utama pencegahan hymenolepiasis. Faktor perilaku, terutama bagi anak-anak lebih mudah diubah dan dibentuk untuk dapat menjalani pola hidup bersih dan sehat. Upaya seperti ini dapat dilaksanakan melalui sekolah dan lingkungan.

Oleh karena itu untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya pencegahan dan terapi merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus penyebaran infeksinya. Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap enam bulan dapat pula dikerjakan. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta sumber bahan pangan adalah sebagian dari usaha pencegahan untuk menghindari dari infeksi cacing. Memasyarakatkan cara-cara hidup sehat terutama pada anak-anak usia sekolah dasar, dimana usia ini merupakan usia yang sangat peka untuk menanamkan dan memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan baru yaitu kebiasaan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
                                              























       BAB V
                                         KESIMPULAN

Hymenolepis nana merupakan species dari cestoda yang ukurannya sangat kecil.Hospes definitive dari cacing ini adalah manusia .Hospes rosevoarnya adalah mencit,tikus dan beberapa jenis hewan pengerat(rodent) lainnya.Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut hymenolepiasis nana..Hidup cacing ini tersebar didaerah tropis dan subtropis.Sering menyerang pada anak-anak dibawah usia 8 tahun. Upaya pencegahan dan pengendalian hymenolepiasis dapat terlaksana dengan baik jika masyarakat dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan menjalankan prinsip personal hygiene dan sanitasi lingkungan yang baik. Upaya tersebut di atas, secara efektif dapat memutus siklus epidemiologi penyakit.


















                                    BAB VI
                        DAFTAR PUSTAKA

Mohammad MA dan Hegazi MA. “Intestinal Permeability in Hymenolepis nana    as Reflected by           non Invasive Lactulose/Mannitol Dual Permeability        Test and its Impaction on Nutritional             Parameters of Patients”.    Journal of the Egyptian Society of Parasitology. 2007 Dec; 37         (3). Pp 877—891.
Peter R. Mason and Barbara A. Patterson. “Epidemiology of Hymenolepis nana    Infections in    Primary School Children in Urban and Rural Communities    in Zimbabwe”. The Journal of            Parasitology. Vol. 80, No. 2 (Apr.,           1994), pp. 245-250. Published by: The American      Society     of    Parasitologists. Article Stable URL:    http://www.jstor.org/stable/3283754
Nazim Kanwal. “A Review on Diarrhoea Causing Hymenolepis nana Dwarf          Tapeworm”.    International Research Journal of Pharmacy. 2013.
Mariwan Musa Muhammad Bajalan. “Epidemiological Study of Hymenolepis       nana in Children in     Kalar City, Sulaimani Province”. Diyala Journal for           Pure Sciences, Vol. 6 No: 4, October 2010.
Gandahusada, S. W Pribadi dan D.I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran             Fakulas Kedokteran UI : Jakarta
Richard,dkk. 2008. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta :     EGC
Neva A and Brown HW .1994. Basic Clinical Parasitology. 6 th Ed. Prentice-Hall International Inc. hal 191-193
Ghaffar A and Brower G.2009. Cestoda (on line)      http:www.med.sc.edu:85/parasitology/cestodes.htm April,15,2010 .            Diakses 30 Nopember 2009.
Hartono. 2005. Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta: EGC. Hart, Tony. 1997.         Color   Atlas of Medical Microbiology. London : Times Mirror           International    Publishers Limited
Estuningsih. SE. 2009. Taeniasis dan Sistiserkosis merupakan Penyakit Zoonosis Parasiter. Wartazoa Vol. 19 No. 2 hal 89-92